Ketika
ditemui PATROLI, Ketua
Harian LIP4D Afrizal Karnain mengatakan,
“Dari hasil dan investigasi team kami di lapangan sinyalir ada indikasi dugaan
KKN dalam pelaksanaan kegitan PRONA tahun 2014.
Pelaksanaan Proyek Nasional Agraria (PRONA) di Kabupaten
Bengkulu Utara yang dialokasikan terhadap 55 desa yang ada pada 17 kecamatan
selain Enggano.
Setiap desa mendapatkan jatah 50 – 100
persil/bidang yang totalnya sekitar 4.242
Persil/bidang tanah se-Kabupaten
Bengkulu Utara.
Afrizal juga
menambahkan, “Biaya pengelolahan penyelenggaraan
Prona 2014 ini seluruhnya dibebankan
kepada rupiah murni dalam APBN melalaui
alokasi DIPA APBN - RI yang pada pelaksanaan sertifikat Prona ini tidak
dikenakan biaya atau gratis karena sudah disubsidi oleh
pemerintah pusat untuk membantu masyarakat ekonomi lemah yang tidak mampu untuk
mendapatkan sertifikat mulai dari pengukuran sosialisai hingga penyerahan
sertifikat. Hanya untuk kelengkapan administrasi yang berkaitan dengan atas hak/alat bukti
perolehan/penguasaan tanah, patok batas, materai dan BPHTB/PPh menjadi tanggung
jawab peserta Prona,” pungkas
Afrizal Karnain.
Lanjut
Afrizal Karnain, “Harus
dipahami dalam pengalokasiannya program
PRONA benar-benar peruntukannya, yaitu untuk masyarakat/warga
setempat yang secara ekonomi lemah atau miskin, tetapi
kenyataanya tidak sesuai dengan temuan team kita di lapangan
dalam kegiatan PRONA tahun 2014 yang sedang berjalan sekarang. Hasil
pantauan team kami di lapangan
disinyalir telah terjadi pelanggaran
hukum yang mengarah Tindak Pidana Korupsi, yaitu
adanya pungutan tidak mendasar dan tidak
bisa dipertanggung jawabkan serta
penyalah gunaan jabatan/wewenang yang dilakukan Kepala Desa /
Panitia Desa, pihak kecamatan/camat serta oknum
pegawai BPN yang mempunyai
kapasitas/jabatan dalam pelaksanaan
kegiatan Prona 2014 ini.”
“Dalam
pengalokasian untuk para peserta sertifikat prona yang mendapat jatah, diduga
tidak sesuai peruntukannya (bukan masyarakat setempat yang membutuhkannya dan
bukan masyarakat miskin) serta dalam pengambilan keputusan mengenai biaya
terhadap peserta PRONA banyak dilakukan
sepihak oleh panitia-panitia di desa
tanpa musyawarah dahulu atau disepakati
bersama dengan para peserta pemohon prona. Hasil
pungutan dari peserta prona tersebut dinilai tidak mendasar dan
tidak bisa dipertanggung jawabkan karena
habis dibagi-bagi atau dinikmati oleh para panitia saja.”beber
Afrizal Karnain.
Lebih
Jauh Afrizal Karnain menuturkan kepada
PATROLI, “Dalam laporan
kami tersebut ada beberapa sampel ataupun
contoh desa-desa yang mendapatkan PRONA
dan dugaan keterlibatan oknum BPN dan camat dengan menerima
uang dalam kegiatan PRONA tersebut, atas pengakuan panitia kegiatan PRONA
didesa masing-masing yang mendapatkan PRONA. Hasil
temuan team kami di lapangan
serta dalam laporan
kami mungkin bisa dijadikan acuan bagi penegak hukum dalam melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap
sampel desa-desa yang mendapat jatah Prona tahun 2014 ini.”
“Perlu
dicermati, tidak tertutup kemungkinan juga di desa lainnya melalui para Kepala Desa
dan panitia desanya dan pihak kecamatan
dan pihak BPN untuk memanfaatkan kegiatan ini berkerjasama / konspirasi yang
terselubung untuk mencari keuntungan pribadi
atau kelompok dalam kegiatan Prona ini, dengan menggunakan alasan atau modus untuk biaya administrasi
dan biaya pengukuran agar leluasa
memungut uang pada peserta /pemohon dengan memanfaatkan kelemahan masyarakatnya
yang tidak berani komplain atau menyangga karena masyarakat takut bila komplain
atau menyangga atas biaya yang dibebani
tidak akan dimasukan/diajukan sebagai
peserta/pemohon Prona nantinya,” ujar Afrizal
Karnain.
Afrizal Karnain, mengharapkan
aparat penegak hukum di daerah ini, bersungguh-sungguh
dalam mengungkap persoalan PRONA tahun
2014 agar dapat berdampak positif dan membuat efek jera
bagi para oknum yang mengambil kesempatan dalam kegiatan PRONA. Jangan
sampai ke depannya persoalan ini dijadikan ajang
pungli ataupun ajang oknum–oknum memperkaya diri pribadi, dengan memanfaatkan
serta merugikan orang lain. “Hal ini
menyangkut hajat orang banyak, kemudian masyarakat miskin dan golongan ekonomi
lemah yang menjadi korban,” pungkas
Afrizal. (SR)