Tuesday, April 22 2025

Revitalisasi “Ibing Tayub Sejak Bogor”

BANDUNG,-- Balai Pengelolaan Taman Budaya menggelar hasil revitalisasi seni tradisional “Ibing Tayub Sejak Bogor”, yang akan dilaksanakan Sabtu 12 November 2016, di Teater Terbuka Balai Pengelolaan Taman Budaya Pukul 19.30 WIB.
Tayub sejak (gaya) Bogor pertama tama dikembangkan kira-kira pada tahun 1888 di Sukabumi Jawa Barat oleh AA Isra Sasmintara melalui sanggar Galuh Pakuan yang ia bentuk. Saat itu Bangsa Indonesia masih berada dalam jajahan Belanda, namun hal itu tidak menjadi halangan buat AA Isra sebagai seorang seniman Silat, tari , dan dalang terkenal pada saat itu, untuk mendirikan grup kesenian dengan nama Galuh Pakuan. Nama ini diambil dari asal usul nama sebuah kerajaan Sunda di Jawa Barat.
Pada waktu itu Galuh Pakuan hanya bergerak dalam bidang Pedalangan silat, dan tayub saja, yang mana di dalam setiap pagelaran wayangnya atau pertunjukannya selalu dibuka oleh tari Tayub.
Dalam masa perjuangan melawan pemerintahan Belanda, AA Isra Sasmintara pun berusaha memperkenalkan dan mempertahankan kesenian dan kebudayaan Sunda melalui pertunjukan Wayang Golek dan Tari Klasik seperti Tari Tayub atau Tayuban yang terbukti sangat ampuh dan kompeten sebagai alat komunikasi perjuangan kemerdekaan saat itu. Pagelaran dan pertunjukkan pun diadakan mulai di lingkungan umum, para pembesar (Kanjeng Dalem), bahkan pemerintah Belanda. Berbagai penghargaan pun telah banyak diterima AA Isra, terutama penghargaan tertinggi diterima pemerintah Indonesia saat itu, sehingga menjadikannya lebih terkenal terutama di pelosok-pelosok Jawa Barat hingga mencapai pesisir Banten.
Pada tahun 1930, keberadaan Galuh Pakuan diteruskan oleh kedua cucu AA Isra sendiri, yaitu Dalang Raden Entah Lirayana dan adiknya, Dalang Raden Andjawasita. Pada tahun 1955, tokoh pendiri Galuh Pakuan Dalang AA Isra Sasmintara sekaligus tokoh Tayub wafat dalam usia 99 tahun. Meskipun telah ditinggal wafat oleh tokoh pendirinya, eksistensi Galuh Pakuan tidak menjadi surut, bahkan semakin maju dan berkembang dibawah bimbingan tokoh-tokoh penerusnya. Galuh Pakuan pimpinan Raden Andjawasita tetap bertahan dan berkembang di daerah asalnya, Sukabumi sedangkan Galuh Pakuan pimpinan Raden Entah Lirayana hijrah dan mengembangkan sayapnya di kota Bogor.
Galuh Pakuan pimpinan Raden Entah Lirayana, masih tetap berkiprah di bidang pedalangan dan tarian klasik terutama tari Tayub serta mengembangkannya lebih profesional dengan tetap memelihara dan menjaga kekhasan serta keasliannya. Penghargaan lisan maupun tulisan telah banyak diraih.
Pada tahun 1970, Galuh Pakuan diteruskan dan dikembangkan oleh Dalang Raden Wawan Dewantara, putra dari Raden Entah Lirayana dengan mengukuhkan pusat kegiatannya di Desa Gunung Batu kota Bogor. Raden Wawan Dewantara mengembangkan tari Tayub dengan mewariskan pada putranya R. Atang Supriatna yang kemudian diwariskan juga kepada cucunya Nyi. Rd Pu’un Rahayu.
R. Atang Supriatna mengembangkan tari Tayub melalui sanggar yang ia bentuk yaitu sanggar Obor Sakti Kota Bogor. Repotoar tari Tayub yang berkembang di Bogor berbeda dengan yang berkembang di Priangan. Salah satu contoh
1.          Jika di priangan ada reportoar Tayub yang bernama tari Kawitan yang berasal dari kata kawit yang artinya pertama. Sedangkan di Bogor tidak dikenal reportoar tari Kawitan yang ada tari Karawitan. Terminologi itu diambil berdasarkan pada, bahwa tari Karawitan punya ciri khas yang mandiri dari sisi iringan atau Karawitannya, sehingga penamaan tarinya menjadi tari Karawitan bukan kawitan. Selain itu juga yang menjadi tari Kawitan yang berarti kawit atau pertama bukanlah tarian yang pertama atau kawit pada reportoar tari Tayub, melainkan tari Lenyepan. Belum lagi dari struktur dan bentuk koreografi yang sangat mencolok perbedaannya antara Bogor dan priangan.

2.          Jika di Priangan hanya ada tari Gawil, di Bogor disamping tari Gawil juga ada tari Gawil Makau. (Elly S)
Powered by Blogger.