Revitalisasi “Ibing Tayub Sejak Bogor”
BANDUNG,-- Balai Pengelolaan Taman Budaya menggelar hasil revitalisasi seni
tradisional “Ibing Tayub Sejak Bogor”, yang akan dilaksanakan Sabtu 12 November
2016, di Teater Terbuka Balai Pengelolaan Taman Budaya Pukul 19.30 WIB.
Tayub sejak (gaya) Bogor pertama tama dikembangkan kira-kira pada tahun
1888 di Sukabumi Jawa Barat oleh AA Isra Sasmintara melalui sanggar Galuh
Pakuan yang ia bentuk. Saat itu Bangsa Indonesia masih berada dalam jajahan
Belanda, namun hal itu tidak menjadi halangan buat AA Isra sebagai seorang
seniman Silat, tari , dan dalang terkenal pada saat itu, untuk mendirikan grup
kesenian dengan nama Galuh Pakuan. Nama ini diambil dari asal usul nama sebuah
kerajaan Sunda di Jawa Barat.
Pada waktu itu Galuh Pakuan hanya bergerak dalam bidang Pedalangan silat,
dan tayub saja, yang mana di dalam setiap pagelaran wayangnya atau
pertunjukannya selalu dibuka oleh tari Tayub.
Dalam masa perjuangan melawan pemerintahan Belanda, AA Isra Sasmintara pun
berusaha memperkenalkan dan mempertahankan kesenian dan kebudayaan Sunda
melalui pertunjukan Wayang Golek dan Tari Klasik seperti Tari Tayub atau
Tayuban yang terbukti sangat ampuh dan kompeten sebagai alat komunikasi
perjuangan kemerdekaan saat itu. Pagelaran dan pertunjukkan pun diadakan mulai
di lingkungan umum, para pembesar (Kanjeng Dalem), bahkan pemerintah Belanda.
Berbagai penghargaan pun telah banyak diterima AA Isra, terutama penghargaan
tertinggi diterima pemerintah Indonesia saat itu, sehingga menjadikannya lebih
terkenal terutama di pelosok-pelosok Jawa Barat hingga mencapai pesisir Banten.
Pada tahun 1930, keberadaan Galuh Pakuan diteruskan oleh kedua cucu AA Isra
sendiri, yaitu Dalang Raden Entah Lirayana dan adiknya, Dalang Raden
Andjawasita. Pada tahun 1955, tokoh pendiri Galuh Pakuan Dalang AA Isra
Sasmintara sekaligus tokoh Tayub wafat dalam usia 99 tahun. Meskipun telah
ditinggal wafat oleh tokoh pendirinya, eksistensi Galuh Pakuan tidak menjadi
surut, bahkan semakin maju dan berkembang dibawah bimbingan tokoh-tokoh
penerusnya. Galuh Pakuan pimpinan Raden Andjawasita tetap bertahan dan
berkembang di daerah asalnya, Sukabumi sedangkan Galuh Pakuan pimpinan Raden
Entah Lirayana hijrah dan mengembangkan sayapnya di kota Bogor.
Galuh Pakuan pimpinan Raden Entah Lirayana, masih tetap berkiprah di bidang
pedalangan dan tarian klasik terutama tari Tayub serta mengembangkannya lebih
profesional dengan tetap memelihara dan menjaga kekhasan serta keasliannya.
Penghargaan lisan maupun tulisan telah banyak diraih.
Pada tahun 1970, Galuh Pakuan diteruskan dan dikembangkan oleh Dalang Raden
Wawan Dewantara, putra dari Raden Entah Lirayana dengan mengukuhkan pusat
kegiatannya di Desa Gunung Batu kota Bogor. Raden Wawan Dewantara mengembangkan
tari Tayub dengan mewariskan pada putranya R. Atang Supriatna yang kemudian
diwariskan juga kepada cucunya Nyi. Rd Pu’un Rahayu.
R. Atang Supriatna mengembangkan tari Tayub melalui sanggar yang ia bentuk
yaitu sanggar Obor Sakti Kota Bogor. Repotoar tari Tayub yang berkembang di
Bogor berbeda dengan yang berkembang di Priangan. Salah satu contoh
1. Jika di priangan ada
reportoar Tayub yang bernama tari Kawitan yang berasal dari kata kawit yang
artinya pertama. Sedangkan di Bogor tidak dikenal reportoar tari Kawitan yang
ada tari Karawitan. Terminologi itu diambil berdasarkan pada, bahwa tari
Karawitan punya ciri khas yang mandiri dari sisi iringan atau Karawitannya,
sehingga penamaan tarinya menjadi tari Karawitan bukan kawitan. Selain itu juga
yang menjadi tari Kawitan yang berarti kawit atau pertama bukanlah tarian yang
pertama atau kawit pada reportoar tari Tayub, melainkan tari Lenyepan. Belum
lagi dari struktur dan bentuk koreografi yang sangat mencolok perbedaannya
antara Bogor dan priangan.
2. Jika di Priangan hanya ada
tari Gawil, di Bogor disamping tari Gawil juga ada tari Gawil Makau. (Elly
S)