Sekjen ARI, Gatot Kertabudi: “Saya Diminta Memimpin Aksi Unjuk Rasa”
BANDUNG, PATROLI,-- “Apakah
nasib Konvensi Otonomi Daerah dan Slidaritas bagi warga miskin harus
diekspersikan lewat aksi unjuk rasa agar mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh dari pemerintah. Kenapa hal itu mesti terjadi,” demikian
diungkapkan Sekjen Asosiasi Relawan Indonesia Gatot Kertabudi mengkritisi ‘muka’
pemerintahan era kini.
Gatot menuturkan, sebagai inspirator konvensi dan solidaritas,
karena lambannya kinerja birokrasi, di samping ada pelembagaan sakralisme untuk
posisi puncak di pemerintahan, komunikasi tidak terbangun dengan baik. Menurutnya,
pemerintah diposisikan sebagai menara gading yang jauh dari rakyat.
“Keadaan ini tercipta sebagai akibat bangsa Indonesia dalam
perjalanan sejarahnya mengalami masa penjajahan yang panjang dan model
penyelenggaraan negara dalan beberapa masa sangat berbeda, terutama kesalahan
masa lalu tidak diakui secara jujur oleh para petinggi negara dan dijadikan
budaya oleh tiap individu masyarakat,” beber Gatot, Senin (8/6/2015) di
Sekretariat ARI Jalan Depok VI/9 Antapani, Kota Bandung.
Ia yang juga Ketua Perkumpulan mengatakan, nyaris setiap
hari lewat media massa, segenap rakyat dipertontonkan peristiwa korupsi baik
dalam skala besar dan kecil. Terutama dalam pertunjukan hukum. “Kita tidak
mendapatkan satu orang pun tersangka yang mau secara jujur menyatakan, mengakui
bersalah. Malah kita dikejutkan dengan pernyataan sejumlah pengojek yang
kedapatan kosong di pangkalan. Mereka menyatakan ‘Kita disewa tokoh parpol
untuk ikut aksi unjuk rasa di pengadilan’,” kata Gatot mengutip pernyataan
salah seorang pengojek.
Lebih parah lagi, imbuhnya, bila terjadi bentrok di
lapangan, dan putusan pengadilan tersaji sesuai pesanan. “Jadi selama ini kita
disuguhi fragmen kolektif yang akan memberi akibat buruk pada kepribadian
bangsa. Mungkin masih segar dalam ingatan kita dengan lagu dunia ini adalah
panggung sandiwara. Maknanya, kita dijauhkan dengan kebajikan dan kejujuran,
budaya memperoleh rezeki dengan mudah tanpa kerja keras dijadikan tradisi
berkelanjutan. Apa yang salah dengan negeri kita,” tuturnya setengah bertanya.
Kalau rencana itu jadi, tandas Gatot, aksi unjuk rasa
akan digelar di Jakarta. Tidak saja warga biasa dan mahasiswa, para dosen di
beberapa universitas menyatakan siap bergabung. Ini akan merupakan aksi moral
atau moral action yang dilakukan secara massal dan spontan. Tidak ada
mobilisasi, mereka datang sendiri-sendiri. Saya diminta memimpin aksi unjuk
rasa,” pungkasnya. (B. Hermawan)