Dukung Perjuangan Upah Buruh
BANDUNG,-- Ratusan
buruh dari empat Federasi Serikat Pekerja Anggota Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (FSPA SPSI) Provinsi Jawa Barat berunjuk rasa terkait Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) 2018 di depan Gedung DPRD Jawa Barat Kota Bandung, Selasa
(21/11).
Dalam aksinya buruh meminta Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher di
akhir jabatannya tidak menetapkan UMK Tahun 2018 berdasarkan Pasal 44 Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015. Ketua
Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Syamsul Bachri mengatakan, pihaknya akan
merekomendasikan dan membantu kepentingan buruh untuk disampaikan kepada
Gubernur Jawa Barat.
Pasalnya, PP No.
78 tahun 2015 itu menajdi kebijakan pusat terkait kenaikan upah. “Substansinya
memang untuk disampaikan kepada gubernur Jabar (Aher-red), karena itu ranahnya
kebijakan pusat mengikuti atau menolak kebijkan itu,” ujar Syamsul.
Dia menegaskan bahwa persoalan buruh memang membutuhkan
dialog dengan banyak pihak,
terutama Dinas Ketenagakerjaan. Pasalnya hal ini berkaitan dengan kesejahteraan
buruh. Pada prinsipnya secara lembaga sangat mendukung atas yang diperjuangkan
para buruh. “Saya dukung penuh perjuangan buruh untuk kesejahteraanya,”ucapnya.
Ketua DPD FSP LEM SPSI Provinsi Jawa Barat, Muhamad Sidarta menegaskan, buruh yang tergabung dalam
empat Federasi Serikat Pekerja Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPA
SPSI) Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari PD FSP TSK SPSI, DPD FSP LEM SPSI,
PD FSP KEP SPSI, PD FSP RTMM SPSI menolak penetapan Upah Minimum Kabupaten/kota
Tahun 2018 di Jawa Barat oleh gubernur berdasarkan Pasal 44 PP Nomor 78 Tahun
2015.
"Aksi damai yang kami lakukan ini bertepatan dengan
penetapan UMK 2018, momentum ini kami gunakan untuk menolak penetapan upah
minimum 2018 Jawa Barat berdasarkan pasal 44 PP Nomor 78/2015," ujar
Muhamad.
Dia menambahkan, buruh juga menolak rancangan peraturan
gubernur tentang tata cara penetapan upah minimum provinsi (UMP), Upah Minimum
Sektoral Kabupaten/kota (UMSK) serta penangguhan pelaksanaan upah minimum di
Jawa Barat karena merugikan kaum buruh di Jawa Barat. “Jujur saja, dengan rancangan Pergub ini kami semakin banyak
dirugikan dalam kesejahteraan,’ katanya.
Pihaknya berharap penetapan UMK 2018 tidak memakai formula
pasal 44 PP Nomor 78/2015 namun sesuai rekomendasi bupati/wali kota karena ada
beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang merekomendasikan UMK di
atas formula nasional. "Kalau
penetapan UMK terus menggunakan formula pasal 44 PP 78/2015 maka akan terus
terjadi disparitas upah yang tinggi antarkabupaten/kota di Jawa Barat,"
ucapnya.
Hal lain, lanjut dia, belajar dari pengalaman dan evaluasi
proses penetapan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) 2017 oleh gubernur
sangat lamban. "Bagi kaum
buruh tentu hal ini sangat merugikan, lambannya proses penetapan UMSK 2017
tidak lepas dari proses, pembahasan dan rekomendasi dari tingkat kabupaten/kota
di Jawa Barat," kata dia.
Oleh karena itu, pihaknya ingin mengingatkan dan mendesak
Gubernur Aher agar segera membuat surat penegasan kepada seluruh bupati/wali
kota se Jawa Barat untuk merekomendasikan UMSK 2018 paling lambat bulan
Desember 2017, sehingga UMSK 2018 juga bisa berlaku dan dapat diterima oleh
buruh mulai 1 Januari 2018. "Amanah
Undang-undang 13/2003 tentang ketenagakerjaan, bahwa untuk mewujudkan
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan
kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh," tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga meminta kepada gubernur dan
seluruh bupati/wali kota di Jawa Barat mampu mengemban amanah undang-undang
tersebut untuk meningkatkan daya beli dan kesejahteraan seluruh rakyat jawa
barat dan sekitarnya.
Sebelum melakukan aksi di depan Gedung DPRD Jawa Barat,
massa buruh berunjuk rasa di depan Gedung Sate dan hingga pukul 11.39 WIB
mereka masih melangsungkan aksi tersebut berharap ada perwakilan DPRD Jawa
Barat menerima mereka untuk beruaudiensi.
(DDIN)