Hukuman Ringan Tidak Membuat Jera: Indonesia “Surganya” Pecinta Narkoba
Hukuman
Ringan Tidak Membuat Jera:
Indonesia
“Surganya” Pecinta Narkoba
Indonesia “surganya” bagi pecinta
Narkoba. Bahkan, juga bagi pengedar Narkoba, sehingga wilayah Indonesia menjadi
pasar menggiurkan. Makanya, wajar jika jajaran kepolisian teramat sering
menggelandang mereka. Sayang, mereka tidak juga jera karena tak jarang hukuman
yang mereka dapatkan tidak setimpal. Narkoba menjadi perusak akhlak, moral, dan
masa depan bangsa, tetapi masih saja ada grasi, pembebasan bersyarat, dan lain
sebagainya yang notabene membuat para pengedar makin betah di Indonesia.
Contohnya, sebut
saja Schapelle Leigh Corby, terpidana narkoba asal Australia masih terngiang di
telinga publik. Ia dulu berpotensi merusak masa depan rakyat Indonesia dengan
aksinya yang membawa narkoba ke tanah air. Namun beruntung, Corby yang membawa
4,1 kg ganja ke Bali dihukum 20 tahun penjara karena aksinya digagalkan Polisi.
Semula petualangan hukum Corby di
Indonesia diperkirakan akan sangat berat dan sulit, bahkan dapat berhadapan
dengan hukuman mati. Namun nyatanya Corby justru dimanjakan dengan aturan hukum
Indonesia yang memberi grasi dan pembebasan bersyarat. Pro-kontra pun tak dapat
dihindari.
Akibat lemahnya
hukuman tersebut, menjadikan Indonesia surganya ‘pebisnis’ narkoba. Terbukti
beberapa hari yang lalu Badan Narkotika Nasional (BNN) kembali berhasil
menangani kasus narkoba. Kali ini BNN dibantu jajaran Polres Sukabumi membekuk
dua warga negara Iran yang menyelundupkan narkotika jenis sabu seberat sekitar
60 kg. Kedua tersangka masing-masing bernama Mostava Moradaviland (32) dan
Seiyed Hasheim Mosavipour (35) itu menyelundupkan sabu melalui jalur laut di
perairan selatan Jawa Barat.
Kedua pelaku
diciduk di sebuah hotel di kawasan Palabuhanratu. Sementara itu, barang haram
seberat 60 kilogram itu disembunyikan di sebuah hutan berjarak dua kilometer
dari hotel tempat pelaku menginap.
Penangkapan
tersebut bermula saat minibus Avanza yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan
di kawasan Hutan Jayanti, Palabuhanratu, 9 Februari 2014. Mobil sewaan itu
terperosok di hutan.
Deputi
Pemberantasan Narkoba BNN, Dedi Fauzi El Hakim, Rabu (26/2/2014), menjelaskan,
berdasarkan hasil penyelidikan, aparat mengendus bahwa dua warga Iran yang
masuk ke Indonesia menggunakan visa turis itu merupakan bagian dari jaringan
pengedar narkotika internasional. Mereka sudah lama menjadi target BNN dan Drug
Enforcement Administration (DEA) Amerika Serikat. Sabu-sabu tersebut, jelas
Dedi, disimpan dengan cara dikubur di bawah pepohonan. Aparat masih memburu
anggota jaringan lain. Sementara dua pelaku segera dibawa ke Kantor BNN dan
Mabes Polri, Jakarta.
Dikatakan Dedi, keduanya
berhasil dibekuk saat akan mengambil barang bukti yang disimpan di bawah tanah
di Cagar Alam, Desa Jayanti, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat pada Rabu (26/2) sekitar pukul 08.10 WIB.
Selain barang
bukti berupa sabu, petugas juga mengamankan barang bukti lainnya berupa paspor,
telepon genggam, dan tiga buah tas yang rencananya akan digunakan pelaku untuk
membawa puluhan kilogram narkotika tersebut.
"Jam 8.10
WIB pagi, BNN menangkap dua tersangka sindikat narkotika internasional.
Penangkapan ini berkat kerja sama antara BNN dan badan narkotika Amerika atau
Drug Enforcement Agency (DEA). Kedua tersangkap ditangkap saat menggali barang
bukti yang dipendam di dalam tanah," kata Deputi Pemberantasan BNN,
Brigjen Deddy Fauzi Elhakim, kepada wartawan, Kamis (27/2) dinihari.
Deputi
Pemberantasan BNN Brigjen Pol Deddy Fauzi El Hakim, mengatakan sabu seberat 60
kilogram yang dibawa oleh sindikat sabu asal Iran senilai hampir Rp 140 miliar.
Nilai tersebut, lanjut dia, lebih besar ketimbang harga helikopter milik Polri.
"Barang
bukti itu sabu jumlahnya perkiraan 60-70 kg. Ini besar sekali karena sabu
antara Rp 1,7-2 juta per gram. Kalau seandainya itu bisa sampai hampir Rp 140
miliar. Harganya melebihi pesawat helikopter
milik Polri," kata dia.
Menurut Deddy,
sindikat internasional tersebut bukan hanya mengincar Indonesia sebagai pangsa
pasar peredaran narkotika tetapi juga menyasar ke negara-negara tetangga
seperti Australia dan Selandia Baru.
Tak heran jika pebisnis memilih
Indonesia sebagai ajang jual beli narkoba, karena selain hukuman yang tak
begitu mengerikan harganya pun begitu fantastis. Benny Mamoto menyebutkan,
untuk narkoba jenis sabu yang sudah masuk ke Indonesia harganya bisa mencapai
belasan kali lipat dari harga di Iran dan Malaysia. Inilah yang menjadi alasan
mengapa Indonesia memiliki daya tarik ‘harga’ yang bagus dalam peredaran
narkoba.
Di Iran
misalnya. Harga satu kilogram sabu sekitar Rp 20 juta. Di Singapura, Malaysia
dan negara tetangga lainnya, harganya berkisar Rp 700 juta hingga 800 juta.
Namun, bila sudah masuk Indonesia dan berhasil dipasarkan, harganya bisa
mencapai 1,5 miliar rupiah.
Selain faktor
perbatasan, baik perbatasan darat maupun perairan, lemahnya penegakan hukum
juga menjadi salah satu faktor maraknya peredaran narkoba asal Malaysia di
Indonesia.
Data terakhir
bahkan menyebutkan, belum ada eksekusi mati meskipun sudah ada sekitar 58 orang
yang divonis. Malah, dalam perjalanannya, bandar besar justru kerap dihukum
ringan atau bahkan mendapatkan remisi, seperti dalam kasus terpidana narkoba di
Bali, Schapelle Corby.
Sejak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika,
menggantikan UU Nomor 22 tahun 2007, tidak ada satupun pelaksanaan vonis mati
terhadap tersangka. Ironisnya, yang terjadi kemudian, dengan hukuman yang
ringan, pelaku atau terpidana malah masih dapat mengendalikan transaksi narkoba
dari dalam penjara dan bahkan melibatkan oknum lapas seperti yang juga pernah
terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan.
Sebelumnya, pedagang
soto di Balikpapan berinisial T juga ditangkap tim Direktorat Reserse dan
Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) karena berbisnis
narkoba. T ditangkap di Pelabuhan Semayang, Balikpapan (21/2) setelah ketahuan
membawa narkoba senilai Rp 5 miliar.
"Tersangka
T ditangkap pada hari Jumat di Pelabuhan Semayang, saat mengambil mobil yang
dikirim melalui kapal feri SN," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat
(Kabid Humas) Polda Kaltim, Kombes Pol Fajar Setiawan seperti dikutip dari
Antara, Selasa (25/2).
Mobil yang
diambil dari kapal feri SN, di bagian kap mobilnya disimpan narkoba jenis sabu
seberat 1.183 gram dan ekstasi sebanyak 14.108 butir, katanya.
Penangkapan
tersangka N bermula adanya informasi yang masuk ke kepolisian terkait datangnya
barang haram tersebut. Selanjutnya tim langsung di lokasi dan mengamankan
tersangka T beserta mobil yang dikirim dari Surabaya.
"Tersangka
T disuruh mengambil mobil yang berisi narkoba oleh pelaku utama yang saat ini
belum ditangkap. Sedangkan pelaku sudah mengenal lama pelaku tersebut,"
kata Fajar.
Saat ini, barang
bukti narkoba dan mobil beserta surat-surat kendaraan sudah diamankan Mapolda
Kaltim. Narkoba yang dibawa tersangka T rencananya akan dipasarkan di wilayah
Balikpapan.
"Modus
pengiriman narkoba dengan menggunakan mobil kiriman tersebut baru pertama kali
terjadi wilayah Polda Kaltim," kata Fajar.
Selain itu, BNN
juga pernah menangkap tiga pelajar SMP yang sedang mengonsumsi narkotika jenis
ganja kering. Ke tiga pelajar tersebut diamankan dari sebuah ruko di Jalan
Adiytiwarman, Sukarejo, Jambi saat mereka sedang asyik mengisap ganja.
Ketiga pelajar
yang diamankan BNN tersebut adalah Al (14) status pelajar kelas 2 SMP, BM (14)
dan F (16) keduanya duduk di kelas 3 SMP negeri di Kota Jambi. Ke tiga pelajar
itu ditangkap Senin malam (24/2) setelah adanya laporan warga yang melihat di
rumah berlantai dua itu sering dipakai pesta narkoba.
Pengakuan ketiga
pelajar Al, BM dan F tersebut selain pakai ganja mereka juga memakai
obat-obatan daftar G dan lem. Mereka membeli ganja tersebut dari seorang bandar
atas nama Joko. Ganja dibeli sepaket 20 ribu dan pelajar itu rutin pakai
narkotika.
"Ketiga
pelajar tersebut akan direhabilitasi oleh BNN Kota Jambi, karena mereka adalah
korban dan pengguna narkotika," kata Kepala BNN Kota Jambi AKBP Try
Setiadi seperti dikutip dari Antara, Selasa (25/2). (Tim Redaksi/Berbagai Sumber)