Indonesia Terus Berduka: Setelah Sebulan, Terjadi 203 Bencana




Indonesia Terus Berduka:
Setelah Sebulan, Terjadi 203 Bencana Kini Gunung pun Mengancam

Belum usai pahit getirnya banjir yang melanda sejumlah provinsi di Indonesia dan mengakibatkan ribuan warga terlantar, kini sejumlah gunung pun mengancam keselamatan banyak jiwa. Indonesia memang negara yang rawan bencana. Gunung-gunung aktif kembali, sehingga wilayah Indonesia dalam ancaman bencana. Salah satu upaya yang dapat dilakukan negara rawan bencana, segera memiliki lembaga riset khusus bencana sebagaimana negara-negara lain.
Pakar Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meliano mengungkapkan bahwa sudah waktunya Indonesia punya lembaga riset tentang kebencanaan. "Negara tetangga saja sudah punya. Padahal mereka bukan negara rawan gempa dan gunung berapi," ucapnya di Jakarta, Selasa (11/2).
Pihaknya merekomendasikan tiga hal yang harus diperhatikan Indonesia dalam mengatasi bencana. Hal yang pertama ialah mengatasi jangka panjang. "Diperlukan penelitian dasar yang melibatkan badan geologi lembaga penelitian dan perguruan tinggi mengenai kebencanaan," jelas Irwan.
Hal yang kedua ialah mengatasi jangka menengah. Disini, perlunya dibentuk komite nasional kebencanaan yang melibatkan perguruan tinggi dalam proses pengambilan keputusan.
Selanjutnya, hal yang ketiga yaitu mengatasi jangka pendek. "Dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat melalui penyebaran informasi dan potensi bencana gunung berapi," ujar Irwan.

Selain itu, Indonesia juga perlu mengubah pola anggaran antisipasi bencana. Republik Indonesia dan Jepang memiliki kemiripan dalam hal kerapnya kedua negara tersebut terkena bencana alam, sebab secara geografis keduanya terletak di kawasan rentan bencana alam. Namun untuk masalah antisipasi terhadap fenomena bencana alam, Indonesia masih belum meniru pola Jepang terkait alokasi jumlah dana untuk mengantisipasi bencana alam.

"Negara Jepang dalam mengatasi banjir mengalokasikan dana APBN-nya sebesar 0,47 persen dari total anggaran pendapatan. Sementara Indonesia hanya 0,24 persen dari APBN," kata Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Mohammad Hasan, di Jakarta.

Bahkan, lanjutnya, pemerintah Jepang pada tahun 1960-an ketika sedang mengatasi permasalahan banjir di negara tersebut pernah mengalokasikan dana hingga 6,7 persen dari APBN. Padahal, menurut Mohammad Hasan, tingkat kesulitan dan luas areal bencana lebih besar di Indonesia ketimbang di Jepang. Apalagi kondisi banjir dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan.

"Hampir 20 kota besar di antaranya 18 ibu kota provinsi dilanda banjir. Begitu pula frekuensi curah hujannya juga meningkat yang semula rata-rata sekitar hanya 500 - 600 menjadi 900 kali lebih," katanya.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama Januari 2014 telah terjadi 203 bencana di berbagai daerah di Indonesia. "Selama 1-31 Januari 2014 ada 203 kejadian bencana dengan 178 korban meninggal dunia," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho. Selain itu, BNPB juga mencatat terdapat 1,2 juta pengungsi akibat berbagai bencana alam yang terjadi.

19 Gunung Berapi Berstatus Waspada

Seperti diketahui, sejak awal 2014 Indonesia terus berduka oleh bencana banjir, mulai dari banjir bandang di Sulawesi Utara, banjir di Ibu Kota Jakarta dan sejumlah wilayah lainnya hingga erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara.

Rentetan bencana alam yang terjadi di awal tahun 2014 ini memang bukan kali pertama, karena ditahun-tahun sebelumnya bencana alam silih berganti mewarnai negeri ini. Pemerintah selalu mengatakan, wilayah Indonesia terletak di antara benua Asia dan Australia dan Lautan Hindia dan Pasifik memiliki 127 gunung api aktif, atau dikenal dengan "ring of fire".
Indonesia juga terletak berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia yakni Lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Ring of fire dan berada di pertemuan tiga lempeng tektonik menempatkan negara kepulauan ini berpotensi terhadap ancaman bencana alam.
Di sisi lain, posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis serta kondisi hidrologis memicu terjadinya bencana alam lainnya, seperti angin puting beliung, hujan ekstrim, banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Tidak hanya bencana alam sebagai ancaman, tetapi juga bencana nonalam sering melanda Tanah Air seperti kebakaran hutan dan lahan, konflik sosial, maupun kegagalan teknologi. Akibatnya, masyarakat harus meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam.
Ditambah lagi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa 19 gunung api di sejumlah penjuru di Tanah Air tengah menggeliat dan berstatus waspada.
Berstatus Waspada Kepala Pusat Data Humas dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan pada saat ini dari 127 gunungapi aktif di Indonesia, ada satu gunung berstatus Awas (level IV) yaitu Gunung Sinabung sejak 24 April 2013.
Selain itu, ada tiga gunung berstatus Siaga (level III) yaitu Karangetang, Lokon dan Rokatenda. Ditambah lagi, ada 19 gunung status Waspada (level II) yaitu Kelud, Raung, Ibu, Lewotobi Perempuan, Ijen, Gamkonora, Soputan, Sangeangapi, Papandayan, Dieng, Seulewah Agam, Gamalama, Bromo, Semeru, Talang, Anak Krakatau, Marapi, Dukono, dan Kerinci. Sementara itu gunung api lainnya masih berstatus normal.
Terkait peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Kelud, tambah dia, maka pemerintah menaikkan statusnya menjadi Waspada (level II) pada Minggu (2/2) lalu. "Masyarakat diimbau tidak panik dan cemas dengan hal ini. Pemberitaan media yang intensif dan berlebihan mengenai peningkatan aktivitas gunungapi seringkali justru mengakibatkan dampak negatif di masyarakat," katanya.
Obyek-obyek wisata, hotel, pertanian dan aktivitas ekonomi yang berada di luar daerah berbahaya, tambah dia, menjadi sepi. Hal ini terjadi di Gunung Bromo, Ijen, Dieng, Tangkubanprahu, Papandayan, dan lainnya. Bahkan aktivitas wisata dan hotel-hotel di Kabanjahe saat ini pun sepi pengunjung karena masyarakat jadi takut berkunjung padahal lokasinya jauh dan aman dari Gunung Sinabung.
Erupsi Gunung Kelud sejak Kamis, 13 Februari 2014, pukul 22.59 WIB yang diwarnai semburan lava pijar serta lontaran abu dan kerikil hingga jarak puluhan kilometer serta sambaran kilat menyala-nyala pada Jumat menjelang subuh mulai mereda.
Letusan gunung dari ketinggian 1.776 meter di atas permukaan laut (dpl) dari daerah Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, sekitar pukul 03.30 tak lagi menyaksikan semburan lava pijar.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB, menyebutkan hujan abu menyebar di beberapa wilayah, seperti Kediri, Malang, Blitar, Surabaya, Ponorogo, hingga Pacitan, Solo, Yogya, Boyolali, Magelang, Purworejo, serta Temanggung.
BNPB menyatakan, proses evakuasi terhadap warga yang terdampak letusan gunung Kelud, yaitu mereka yang tinggal di radius 10 km. Mereka yang diungsikan adalah warga dari 35 desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Blitar, Kediri, dan Malang. "Jumlah penduduk terpapar sekitar 201.228 jiwa atau sekitar 58.341 jiwa kepala keluarga," ungkap data BNPB. (Tim Redaksi/Berbagai Sumber)
Powered by Blogger.