Sekda Kota Bandung, Drs. H. Yossi Irianto, MSi Sambut dan Apresiasi Konvensi Otonomi Daerah

BANDUNG, PATROLI,---
Menjelang pelaksanaan Konvensi Otonomi Daerah yang direncanakan akan berlangsung 23 -25 Juni 2015 di Trans Hotel Bandung, informasi yang diperoleh masih bersifat tentative,”Saya masih menunggu konfirmasi tertulis dari kantor Wakil Presiden, dan dari kantor Kementrian Dalam Negeri,” demikian laporan yang disampaikan Sekjen Asosiasi Relawan Indonesia (ARI), Gatot Kertabudi kepada Sekda Kota Bandung Drs. H. Yossi Irianto, Msi . Dalam Realease nya yang diterima redaksi SKI Patroli Online, Rabu ( 27/5).
Dalam draft agenda konvensi, mantan wakil Presiden RI Boediono, Duta Besar Amerika Serikat, Duta Besar Australia, dan Direktur Bank Dunia diagendakan untuk menyampaikan presentasi. Konvensi akan dipimpin oleh sebuah panel Guru besar yang ditugasi sebagai penulis akademik otonomi daerah. Delegasi dari tiap Pemerintah Provinsi, Kabupaten / Kota akan diikuti oleh Sekretaris Daerah didampingi Asisten Pemerintahan, berikut delegasi dari kalangan partai politik, para akademisi dan para pemuka masyarakat.

“Konvensi Otonomi Daerah tidak saja merupakan forum seminar yang akan membahas system pemerintahan daerah antar Negara sebagai comparative study, tapi juga merupakan pertemuan penting antar sekretaris daerah pemerintah di Indonesia,” kata Gatot Kertabudi dalam laporannya ke Sekretaris DaerahKota Bandung Yossi Irianto.
“Saya sebagai Sekretaris daerah Kota Bandung pada prinsifnya menyambut dan memberikan appresiasi kepada Asosiasi Relawan Indonesia yang punya inisiatif baik bagi terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Pada event konvensi tersebut bukan menyoal moralitas para penyelenggara Negara, tapi lebih melihat pada sisi sistem, kelembagaan dan model pemerintahan daerah antar Negara yang dikaji dan diuji secara akademik, ini akan merupakan masukan yang berharga bagi pemerintah,” Kata Sekretaris Daerah Kota Bandung, Yossi Irianto dengan senyum ramah.
“Namun respon resmi dari Pemerintah Kota Bndung disini oleh Walikota sudah barang tentu menunggu kabar dari Pemerintah Pusat, karena Konvensi itu sifatnya nasional. Apalagi Asosiasi Relawan Indonesia telah menggagendakan Wakil Presiden, Menteri Dalam Negeri dan delegasi dari Pemerintah Provinsi, dan Kabupaten / Kota se Indonesia untuk menghadiri acara tersebut,”Katanya dengan hati-hati.
Disampaikan Sekjen Asosiasi Relawan Indonesia Gatot Kertabudi, bahwa atas jasa baik Sekda Kota Bandung Yossi Irianto persiapan untuk menyelenggarakan Konvensi Otonomi Daerah dapat berjalan dengan baik, Walau ARI belum memperoleh dukungan resmi dari Pemerintah Kota Bandung, katanya pada Kalangan Pers usai pertemuannya dengan Sekretaris Daerah Kota Bandung.”Pak Sekda diusulkan mendapat Piagam kebanggaan sebagai pejabat yang pantas dihormati (a respected secretary of Bandung City)”, kata Gatot.
Dikemukakan Gatot Kertabudi sebagai penggagas Konvensi Otonomi daerah, dari segala persiapan yang telah dilakukannya, ia telah menghabiskan dana puluhan juta rupiah yang bersumber dari penjualan asset yang dimiliki istrinya, semuanya itu untuk membiayai biaya organisasi, menghubungi dan melaksanakan pertemuan-pertemuan dengan kalangan akademisi untuk menghasilkan naskah akademik, biaya surat-menyurat ke Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota Se Indonesia, dan ke banyak kalangan, termasuk biaya publikasi walau belum meluas dan masih dalam konteks media terbatas baik media cetak dan elektronik.
“Siang dan malam saya menyusun resume dari pemikiran antar guru besar kemudian dikodifikasi menjadi Buku Naskah Akademik untuk keperluan Konvesnsi Otonomi Daerah. Biaya cetak yang diperlukan mencapai Rp. 100 Juta, kemudian pihak The Trans Hotel meminta biaya konfirmasi mencapai Rp.1 Milyar lebih untuk paket 500 orang delegasi selama 3 (tiga) hari belum termasuk biaya menginap. Seandainya Pak Walikota Bandung Ridwan Kamil dapat memfasilitasinya lewat CSR. Saya kira soal pendanaan tidak ada masalah”,ungkap Gatot yang tampak kelelahan. Ia pun mengakui, bahwa ada beberapa pejabat  di lingkungan Pemerintah Kota Bandung yang bersimpati atas upaya ini dengan sedikit member bantuan secara pribadi. “Ya, cukup terbantu”, ucapnya dengan tersenyum.
Secara terpisah Ketua Relawan ini juga menyampaikan penggalan tulisan M.Alfan Alfian, Dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta, ia menyatakan bahwa yang cukup mencolok justru problem kepemimpinan. Gelaran akbar parpol-parpol dan sesudahnya seolah sekadar menggarisbawahi fenomena personalisasi kelembaaan.
Dalam batas tertentu, kata Alfan, hal demikian mengonfirmasi lemahnya kelembagaan parpol dan menguatnya ketergantungan pada sosok sentral. Selanjutnya, parpol pun membentuk wajahnya yang tidak lagi sekedar oligarkis, tetapi personal terpusat pada sosok elit puncaknya. Fenomena ini diperkuat dengan pola hubungan neopatrimonialistik, kalau bukan feodalistik dalam bentuk lain. Sindiran ekstrimnya, parpol-parpol bak kerajaan-kerajaan feodal masa lalu dalam modifikasinya di masa kini.
Demokrasi memang masih diberi tempat di parpol-parpol, ucap alfan, tetapi kerap sempit dan marjinal belaka. Yang lazim dalam proses politik internal parpol ialah pola mobilisasi, bukan membiarkan partisipasi berkembang secara demokratis. Para kader non elie sebagai kelompok yang bukan puncak penentu keputusan, sekedar dimobolisasi oleh elite-elite penentu, bukan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan secara otonom. Demokrasi terbatas, itu lah yang dominan dalam tubuh parpol-parpol.
Partisipasi dalam pengambilan keputusan mencerminkan kemandirian parpol. Partisipasi dalam pengambilan keputusan, ujar Alfan, merupakan salah satu dimensi penting dalam pelembagaan parpol, selain penanaman nilai-nilai (value infusions), kesisteman (systemness), dan otentisitas citra parpol (reification). Di atas itu semua, factor kepemimpinan sangat menentukan, kemana parpol hendak dibangun, kearah kelembagaan inklusif ataukah ekstratif.

Yang inklusif ialah yang demokratis, tidak membatasi partisipasi, memberi kesempatan yang sama bagi setiap kader parpol untuk meraih karir organisasi. Yang ekstratif, semua sumber daya diarahkan untuk menopang sosok sentral elit untuk berkuasa. Dalam lingkungan kelembagaan parpol yang ekstratif, secara jangka pendek eksistensi parpol mungkin masih bisa terjaga, tetapi sangat beresiko jangka panjangnya. Parpol yang terlalu bergantung pada sosok, bukan system, rawan perpecahan dikemudian hari. (AS/BH)  
Powered by Blogger.