Apa yang Terbaik Menurut Rakyat, Itu Terbaik untuk Pemerintah
BANDUNG,
PATROLI,---
Kata Mantan Wakil Presiden RI Boediono, Ada Tiga (3)
masalah yang harus diatasi, apabila Indonesia ingin maju, Yaitu (a) Kemacetan
Politik, (b) Korupsi, (c) Infrastruktur yang buruk.
Menjelang Konvensi Otonomi Daerah Rabu-Kamis, 24-25
Juni 2015 yang direncanakan akan digelar di Trans Hotel Jalan Gatot Subroto
Bandung, Muncul beragam komentar cukup menarik antara lain, Walikota Bandung
Ridwan Kamil sempat menyampaikan pesan penting (important message) sebelum
flight ke Korea Selatan : Apa Yang
terbaik Menurut Rakyat, Itu Terbaik Untuk Pemerintah, terkadang kita tidak
percaya bahwa ungkapan itu bisa disampaikan oleh seorang arsitek muda yang kini
sebagai penyelenggara Pemerintah Kota. Hal ini diungkapkan Sekjen Asosiasi
Relawan Indonesia, Gatot Kertabudi dalam Release nya yang diterima redaksi.
Selanjutnya Gatot mengungkapkan, Pemikiran pentingnya
Konvensi Otonomi Daerah digelar terasa lebih hidup dan sebagai sebuah kebutuhan
mendesak ketika mantan Wakil Presiden RI Prof. Dr. Boediono memberikan arahan,
Desentralisasi, demokrasi tidak meniadakan masalah-masalah mendasar yang
menghambat kemajuan Indonesia. Ada tiga masalah yang harus diatasi, taitu : (a)
Kemacetan proses politik (political gridlock), (b) Korupsi, dan (c)
Infrastruktur yang buruk.
Tidak sulit bagi kita untuk menyebutkan cotoh-contoh
konkrit, kemacetan proses politik di negeri ini di tingkat daerah maupun di
tingkat pusat. Namun, ada satu observasi yang patut saya sebutkan di sini.
Saya kutip dari buku berjudul One Man’s View of the
Word yang ditulis Lee Kuan Yew, beliau melihat bahwa system kita memilih
langsung presiden dan memilih langsung anggota legislative, secara inheren
cenderung menimbulkan political gridlock. Ia menyarankan kita melihat system
Perancis, yang memberikan kekuasaan kepada presiden untuk membubarkan parlemen
dan meminta diadakan pemilu legislative apabila kemacetan terjadi. Lee kuan yew
bisa benar bisa salah, tetapi sinyalemen ini mengingatkan kita akan urgensi
untuk mengatasi masalah gridlock yang sistematik dan mengganggu ini.
Mengenai penanganan masalah korupsi, saya kira
banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari pengalaman mereka, terutama dalam
memadukan upaya penegakan hukum dengan program yang lebih besar lagi, yaitu
pembangunan birokrasi. Wajar apabila Singapura berbangga mengenai prestasinya
di bidang ini.
Keutuhan
Ekonomi
Lee kuan yew menggarisbawahi pentingnya pembangunan
infrastruktur perhubungan bagi Negara kepulauan seperti Indonesia. Pendapat ini
seribu persen benar dan memang sejalan dengan apa yang kita rasakan dan
pikirkan. Keutuhan politik suatu bangsa hanya bisa berlanjut apabila
dilandaskan pada keutuhan ekonomi suatu Negara hanya bisa terwujud apabila ada
jaringan transportasi dan komunikasi antar daerah yang efisien.
Masalah tidak sekadar mengenai pembebasan tanah,
atau mencari investor atau menyisihkan dana APBN bagi proyek yang ada. Itu
semua penting. Namun, masalah yang lebih mendasar adalah bagaimana mencapai
consensus mengenai desain yang terbaik bagi jaringan transportasi dan
komunikasi nasional. Sesuatu yang harus diakui, tidak mudah dicapai di alam
desentralisasi dan demokrasi dengan siklus politik lima tahunan yang ada.
Pada saat seperti ini kita merindukan para negarawan
yang berwawasan nasional, berpikir jangka panjang, berhitung antargenerasi.
Dalam akhir tulisannya, lee kuan yew mengatakan,
satu dasawarsa terakhir ini kinerja Indonesia lumayan, ekonominya secara
konsisten tumbuh antara 4 dan 6 persen, krisis keuangan global tidak banyak
mempengaruhi kinerjanya. Investasi dalam jumlah besar dari Tiongkok dan Jepang
masuk, tertarik oleh adanya sumber alam yang melimpah. Namun dalam 20 sampai 30
tahun mendatang saya tidak melihat negeri ini akan mengalami perubahan mendasar.
Malaysia barangkali akan maju lebih cepat karena geografis Negara ini lebih
menyatu, system transportasinya lebih baik, dan angkatan kerjanya lebih
mempunyai motivasi.
Meskipun mengalami kemajuan, ekonomi Indonesia masih
mengandalkan pada sumber alam dan penduduknya masih menggantungkan pada apa
yang diberikan alam dan bukan pada apa yang dapat mereka ciptakan dengan kedua
tangan mereka. Melimpahnya sumber alam cenderung membuat orang malas. “Ini tanah saya. Anda menginginkan yang
terkandung didalamnya? Bayar saya”. Pandangan seperti itu akan menumbuhkan
sikap hidup dan budaya santai, yang nantinya sulit untuk dihilangkan.
Kamis, 20 Mei saya diundang oleh Kepala Dinas
Pelayanan Pajak ( Disyanjak ) Kota Bandung, Priana Wirasaputra, Kata sekjen
Asosiasi Relawan Indonesia Gatot Kertabudi dalam keterangan Presnya, Priana
ditugasi Walikota Bandung Ridwan Kamil untuk memberikan sumbangan pemikiran
terkait perkumpulan Relawan ini berkehendak menggelar Konvensi Otonomi Daerah,
dihubungkan dengan permasalahan yang dihadapi birokrasi dan system penganggaran
yang rigid.
Menurut Priana akselerasi pembangunan di daerah
terbelenggu banyak aspek dengan beragam aturan yang kaku, dimisalkan anggaran
yang senantiasa tidak tepat waktu, dimana program kegiatan harus sudah dimulai.
Ia pun menggarisbawahi pernyataan Presiden Jokowi bahwa pelaksanaan konstruksi
proyek harus dipercepat penyelesaiannya memerlukan suatu pemahaman yang
mendalam atas tahapan pembangunan infrastruktur.
Sebagaimana dipaparkan Sarwono Hardjomulyadi,
Pelaksanaan proyek konstruksi pemerintah memerlukan dukungan tenaga kerja yang
memenuhi kriteria keahlian tertentu dan badan usaha yang mempunyai kemampuan manajemen dan
keuangan yang memenuhi persyaratan. Kedua dilaksanakan oleh lembaga
pengembangan Jasa Konstruksi dalam bentuk penerbitan sertifikat keahlian (SKA)
dan Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang merupakan prasyarat penerbitan Surat Ijin
Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK) yang diterbitkan oleh pemerintah daerah terkait.
Kekhawatiran Tersangkut Pidana
Dalam rangka melaksanakan percepatan pembangunan,
perlu dipahami permasalahan apa yang merupakan tantangan utama pada proyek
konstruksi pemerintah yang umumnya dilaksanakan penyedia jasa kontraktor
berdasarkan suatu perjanjian kontrak, yang diawali dengan suatu proses tender.
Prosedur tender proyek harus tunduk pada
Peraturan Presiden No 54 Thun 2010 jo Peraturan Presiden No 70 Tahun
2012 yang tak lepas dari UU No 18 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No 29
Tahun 2000.
Sangat rincinya aturan pengadaan barang dan jasa
pemerintah menyebabkan hampir dapat dipastikan terjadinya suatu pelanggaran
bahkan bagi para pelaksana pengadaan barang jasa pemerintah yang sudah
berpengalaman dan sangat berhati-hati
dalam melaksanakan tugasnya. Sanggahan hingga pengaduan selalu
bermunculan tak jarang berujung pada panggilan penegak hukum, karena
keterkaitan dengan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
korupsi.
Priana pun sempat mengulas pada persiapan
pelaksanaan Peringatan Konfrensi Asia Afrika yang nyaris ia terjerat tindak
pidana korupsi karena mepetnya waktu, sehingga ada pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan tanpa tender. “Saya kira, perlu ada diskresi untuk momentum
tertentu”, ucapnya seraya ia memahami tindakan walikota yang ada pelibatan dana
pihak ketiga dalam bentuk Corporate Social Responsibility ( CSR ).
Secara pribadi Priana mengeluhkan tentang posisinya
sebagai Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dituntut memiliki
kinerja yang baik dengan tenggungjawab yang penuh, tapi dalam satu sisi masih
terkendala dengan permasalahan organisasi/kelembagaan, personalia, dan
tersedianya anggaran yang tidak tepat waktu. Dengan pelaksanaan otonomi di
daerah adalah lebih efektif dan efisien bila peraturan pemerintah yang mengatur
proyek kontruksi dan pengadaan barang dan jasa di daerah berpedoman pada
peraturan daerah atau peraturan walikota. Ia pun menyinggung tentang
pelaksanaan Musrenbang dan Rakorbang yang masih bersifat formalisasi. Jadi apa
yang dikatakan Pak Walikota Ridwan Kamil sangat tepat : Apa yang terbaik
menurut rakyat adalah terbaik untuk pemerintah. Keadaan ini tercipta di Negara
Filipina,ujar Priana.
Dalam Releasenya ini, Gatot pun mengingatkan adanya
spirit untuk menggelar Konvensi Otonomi Daerah karena ketidak jelasan bangsa
dan negeri ini mau dibawa kemana, karena menguatnya egosentris sektarian
sehingga terabaikan maksud dan tujuan Negara didirikan yang sepenuhnya untuk
kepentingan kesejahteraan warga secara keseluruhan. System ekonomi kapitalis
dan sosialis disatukan yang memberi akibat sikap penyelenggara Negara dan
Kepribadian bangsa menjadi terbelah.
Dikemukakan Gaptot Kertabudi diperlukan tindakan
berani untuk terjadinya suatu perubahan yang benar. Konstitusi harus secara
tegas memangkas kekuasaan berjenjang yang berlebihan, para kader politik harus
memiliki tabiat kenegarawanan, jumlah partai politik harus disederhanakan,
lembaga parlemen di tingkat kota dan kabupaten perlu dipertimbangkan untuk
ditiadakan, yang ada Dewan Kota yang anggota dewannya dari para pemuka masyarakat
yang pembentukannya dilakukan dalam system pemilihan. Gubernur harus
diposisikan sebagai kepala wilayah propinsi merangkap sebaai Senator (Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat), DPRD hanya ada di Propinsi, dan DPR di Pusat.
Dalam akhir tulisannya Gatot Kertabudi menegaskan,
kita berjuang untuk kepentingan rakyat, atau untuk kepentingan diri sendiri. Ia
pun mengeluhkan lembaga-lembaga Negara tidak terposisikan secara ideal, tapi lebih memberi nuansa
sebagai lapangan kerja sehingga terciptanya masyarakat madani (civil society )
yang kokoh hanya sebuah wacana dan jadi obrolan di warung kopi. (Ad/Hermawan)