Menurut warga penghuni Perumahan
Balokang, sudah saatnya pihaknya menagih janji Pengembang PT DPM di bawah
Pimpinan H. Budi Mulyana dan Investor H.Adang Kamil. “Kami sudah lelah dan capai
dengan ulah developer yang selalu ingkar janji dan selalu mengundur-undur waktu.
Tidak pernah bisa membuktikan apa yang
dijanjikannya terkait fasos dan fasum yang jadi
hak warga. Kami ingin bukti, bukan sekedar janji. Kami akan mengadukan hal
ini ke dinas terkait yang membidanginya (Dinas Tata Ruang Daerah) sesuai yang
tertera dalam Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang di keluarkan Bappeda
Kota Banjar,” ucap warga.
Selain itu, imbuhnya, perlu dijelaskan pihaknya bukan menuduh Kuwu Balokang, H. Oding
Homsin melakukan kongkalikong atau disuap
oleh Pengembang PT DPM, namun karena hanya
ingin diperhatikan oleh Kuwu Balokang. Tentunya kalau benar bahwa Kuwu Balokang tidak pernah menerima suap. “Kami
semua adalah warga Dusun dan Desa
Balokang berharap Kuwu Balokang lebih
tegas dalam menentukan kebijakan atas nama Desa Balokang. Hal ini demi warga Desa Balokang yang kondusif dan bebas dari prasangka buruk atas kinerja Kuwu
Balokang, H. Oding,” ujar warga.
Ditambahkannya, warga lingkungan
Perumahan Balokang ini taat membayar pajak
(PBB ) serta iuran desa. “Jadi, kami pesan kepada Kuwu Balokang, H. Oding dan
terkhusus atas nama pemerintah daerah yang membidanginya (Dinas Tata Ruang)
yang memberikan SIPPT untuk segera melakukan verifikasi dan investigasi,
lamun nyaah ka rakyat,” ungkap warga
Dusun Balokang.
Menyangkal
Kuwu Desa Balokang, H. Oding
Homsin menyangkal bahwa dirinya disuap pengembang atau adanya kongkalikong
dengan pihak Developer Proyek Perumahan PT DPM. Menurut H. Oding, ia tidak
merasa disuap atau kongkalikong dengan pihak PT DPM dan atas nama aparatur pemerintah Desa
Balokang sudah mempertanyakan kepada Direktur
Utama, H. Budi Mulyana. “Kami juga sudah memanggilnya, tetapi sampai detik ini belum ada kepastian. Bahkan saat kami
hubungi via telepon, H. Budi Mulyana
mengatakan bahwa ia tidak bisa hadir
dengan alasan sedang menunggu istrinya pulang
Umroh,” jelasnya.
Kades Balokang, H. Oding menambahkan
Pengembang PT DPM di bawah Pimpinan H.Budi Mulyana dan Investor H.Adang Kamil
sangat kurang responsif, bahkan tidak kooperatif terhadap tuntutan warga penghuni
Komplek Perumahan Dusun Balokang. Terkait janjinya, di mana pihak pengembang akan merealisasikan fasos dan fasum. Setelah selesai, akan menyerahkannya kepada pemerintah
daerah, tetapi sampai detik ini belum
ada pembuktiannya.
Sebelum dirinya menjadi Kuwu Balokang, Perum Balokang ini sudah berumur 19
tahun, kalau tidak salah, tahun 1995 PT
DPM membangun proyek perumahan dan sampai saat ini PT DPM membangun kembali untuk
tahap ke dua. Pihak pengembang belum tampak niat baik untuk membuktikan janjinya.
“Jadi, kami mohon maaf kepada warga Dusun Balokang, bukan kami tidak
memperhatikan warga sendiri justru pihak pengembang yang selalu mengundur-undur
waktu atas tanggung jawabnya,” ucapnya.
Menurut Kuwu Balokang, jika dipaksakan
anggaran desa dimasukkan ke Dusun Balokang maka nanti pihaknya yang dipersalahkan oleh pemerintah kota. Di
mana PT DPM selaku pengembang belum menyerahkan fasos dan fasum kepada Pemerintah
Kota Banjar. “Jika PT DPM menyerahkan fasos dan fasum maka semuanya harus dalam kondisi baik,” jelas H. Oding.
Bisa Dituntut
Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM ) Ciamis di bawah Pimpinan Ipan Sopyan Arsy, SH
angkat bicara, tidak sedikit pengembang atau developer, pimpinan proyek
perumahan yang nakal dan selalu ingkar janji. “Juga tidak kurang pihak
pengembang yang lari dari tanggung jawabnya terkait fasos dan fasum yang
dijanjikan kepada konsumen saat akad awal
dibuat,” ungkapnya.
Pengembang dapat dituntut sesuai
aturan hukum dan undang-undang yang berlaku, imbuhnya, selanjutnya penghuni kompeks perumahan
tersebut bisa melakukan gugatan class action jika pengembang tidak
membangun fasilitas perumahan yang dijanjikannya pada saat transaksi (akad
awal). Tentunya berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, gugatan terhadap pengembang juga bisa dilakukan secara individu.
Menurut Pimpinan LPKSM, Dinas
Tata Ruang Daerah Kota Banjar yang harus bertanggung jawab dan menindak tegas
pengembang yang nakal dan mencla mencle,
selalu tidak menepati janjinya. Karena
Dinas Tata Ruang yang memberikan SIPPT
kepada pihak pengembang, misalnya dari mulai fasilitas yang tidak sesuai
dengan brosur penawaran sampai soal cicilan lunas, tapi sertifikat tidak
keluar. “Ancaman bagi pengembang yang tidak melakukan kewajiban membangun fasum
dan fasos adalah denda hingga 2 milyar rupiah, atau penjara selama 5 tahun,”
pungkasnya. (JAJA HANAEDI BA 898 )