Prona di Desa Kaduagung Diwarnai Pungli
KUNINGAN, PATROLI
Pensertifikatan tanah secara massal
melalui Prona merupakan salah satu kegiatan pembangunan pertanahan yang
mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Selama ini pelaksanaan kegiatan
pendaftaran tanah dalam lima dekade, yang dimulai pada tahun 1961 baru mampu
melaksanakan pendaftaran sebanyak kurang lebih 43 juta bidang dari kurang lebih
85 juta bidang. Pasal 19 UU No.5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok
Agraria (UUPA) menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) yang berdasarkan Peraturan Presiden No.10
tahun 2006 tentang BPN, ditugaskan untuk
melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan, antara lain melanjutkan
penyelenggaraan percepatan pendaftaran tanah sesuai dengan amanat pasal 19
tersebut, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah sampai menengah
melalui kegiatan Prona yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1981.
Percepatan pedafataran tanah diselenggarakan
hendaknya memperhatikan prinsip bahwa tanah secara nyata dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, berperan secara jelas untuk terciptanya tatanan
kehidupan bersama yang lebih berkeadilan, menjamin berkelanjutan kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara untuk meminimalkan perkara, masalah,
sengketa dan konflik pertanahan.
Selain itu, percepatan pendaftaran tanah
juga merupakan pelaksanaan dari 11 agenda BPN-RI, khususnya untuk meningkatkan
pelayanan pelaksanaan pendaftaran tanah secara menyeluruh, dan penguatan
hak-hak rakyat atas tanah. Namun program nasional (Prona) sertifikat gratis
tersebut yang dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kuningan,
diduga jadi ajang pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh oknum aparatur Desa
Kaduagung Kecamatan Sindang Agung Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Oknum aparat
desa Kaduagung itu disebut-sebut minta biaya kepada warga yang mengurus
sertifikat prona antara Rp300 ribu hingga Rp1 juta dengan dalih untuk biaya
administrasi, seperti pembelian materai, blanko akta jual beli, dan foto copy. Dugaan
aksi pungli ini melibatkan kepala desa (Kades) Kaduagung, Wi.
Aparat Desa Kaduagung diduga memungut
dana untuk pengurusan sertifikat gratis dengan alasan untuk biaya administrasi
seperti pembelian materai, blanko akta jual beli dan foto copy. Kata salah satu
warga penerima Prona kepada Wartawan Patroli, belum lama ini.
Kepala Desa Kaduagung Wi ketika akan
dikonfirmasi sedang tidak ada di tempat. “Ibu Kades dari pagi berangkat ke
Pemda,” ujar salah seorang petugas.
Mengenai dugaan pungli tersebut, aktivis LSM
Penjara, Iwan meminta aparat penegak hukum dapat menyikapi permasalahan
tersebut secara serius. Jangan sampai ada kesan, aparat penegak hukum tutup
mata terhadap adanya indikasi pungli kepada warga masyarakat. Untuk itu penegak
hukum untuk segera merespon informasi yang berkembang, khususnya jika hal
tersebut menyangkut dugaan pungli yang diduga dilakukan oleh Kepala Desa
Kaduagung tanpa melihat besar kecilnya nilai penyalahgunaan pungli tersebut.
Sekecil apapun nilainya, jika perbuatan tersebut menyangkut pungli, wajib untuk
segera ditindak karena berpotensi korupsi. (Eman R)