Sejumlah Kades di Sukanagara Diduga Tilep BOP Raskin
CIANJUR, PATROLI---
Kebijakan
pemerintah untuk Biaya Operasional Pendistribusian (BOP) raskin dilakukan agar harganya sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 1600,00/kg. Namun, adanya
bantuan BOP raskin
nampaknya sangat
tidak berpengaruh lantaran harga pada
penerima/masyarakat di atas Rp 1600,00/kg. “Terbukti, di setiap desa harga
raskin menggelembung menjadi Rp 2000,00-2500,00/kg akibat BOP raskin diduga ditilep para oknum kades dan pengelola,” ungkap beberapa tokoh masyarakat kepada PATROLI, baru-baru ini.
Salah satunya, terjadi di Desa Sukamekar. Menurut beberapa
sumber, harga raskin di masyarakat di atas
Rp 1600,00/kg, yaitu mulai dari Rp 2000,00/kg
atau lebih. Sementara beberapa ketua RT menyatakan, kalau raskin tidak dijual
lebih dari Rp 1600,00/kg maka dari mana
dana untuk mengganti biaya operasional pendistribusian. “Hal itu disesuaikan dengan kebutuhan dan terjadi di setiap RT. Jadi, bukan hanya di Desa
Sukamekar saja, di desa lain pun tidak jauh berbeda. Informasi seputar BOP raskin, nampaknya tidak sampai ke
tingkat RT. Di mana banyak RT tidak
mengetahui tentang dana BOP ini. Pencairnya
pun tidak pernah diinformasikan kepada
kepala desa atau pengelola,” ujarnya.
Menurut
pengelola raskin tingkat desa yang enggan disebutkan namanya, terkait adanya
BOP tergantung pada keterbukaan kepala
desa sehubungan dengan pencairan BOP
yang tidak menentu. “Jadi, pengelola terkadang tidak mengetahui apa yang terjadi dari waktu ke waktu. Untuk dana BOP, kades yang mengolahnya, bukan
pengelola. Dengan demikian, pengelola sekedar diatur oleh kadesnya saja,”
ucapnya seraya menambahkan BOP dikuasai oleh kades karena yang mencairkannya
pun pihak kades itu sendiri.
Beberapa sumber PATROLI di Desa Sukajembar, Ciguha, Jayagiri, Sindangsari,
Sukalaksana, Sukanagara, Sukamekar, Sukarame, dan Desa Lewimangu rata-rata menyatakan terkait BOP raskin ini, biasanya
tidak terbuka. “Hanya sebagian saja yang terbuka dan itu pun bekerja sama
dengan pengelola. Sehingga, diduga kuat untuk kebijakan BOP dari pemerintah maka yang
menikmatinya malah oknum kades dan jajarannya. Akibatnya, harga raskin di
masyarakat tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah,” imbuhnya. (M. Jalil)