Pro dan Kontra Polisi Parlemen
Oleh: H. Heru K. Budiman---
Banyaknya
kejadian dan gangguan di seputar Gedung DPR RI belakangan ini, membuat wacana
pembentukan polisi parlemen semakin kencang. Lantas, masalah keamanan,
ketertiban dan kenyamanan di gedung parlemen pun kian dipertanyakan oleh banyak
pihak.
Memang,
keamanan kompleks parlemen selama ini
ada di bawah kendali petugas Pam Obvit (Pengamanan Objek Vital) dan Pamdal (Pengamanan
Dalam). Sementara pengendalinya dipimpin
oleh Kepala Unit berpangkat Kompol,
dibantu dua Panit berpangkat AKP dan didukung 30 personel Bintara.
Tak ayal, anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Martin
Hutabarat mengamini rencana tersebut. Dirinya
menjelaskan saat ini polisi parlemen sangat diperlukan, mengingat banyaknya
kejadian dan gangguan di DPR RI,
khususnya yang menyangkut masalah keamanan.
"Hal ini baru didiskusikan dan
belum diputuskan. Intinya, Kompleks DPR RI nampaknya rentan dari kemungkinan
huru-hara dan juga penyusupan. Kita mau
polisi terlibat dan aktif mengawasi,” ujarnya seraya menambahkan peristiwa
ledakan di Tanah Abang, Jakarta, baru-baru ini, membuat pihaknya sadar dan jangan
sampai teroris masuk ke gedung parlemen.
Menurut Martin, konsep polisi parlemen itu memang datang
langsung dari Baleg. Politikus dari Gerindra itu pun menjelaskan konsep polisi
parlemen ini, mirip dengan konsep polisi khusus wisata yang banyak terdapat di
Bali. Di mana memang khusus menjaga tempat wisata serta para wisatawan.
"Konsepnya
dari Baleg. Kita membicarakan dan membuat aturan pengamanannya. Dalam diskusi
itu, muncul istilah polisi khusus yang menangani parlemen, sama seperti di Bali
ada polisi wisata. Kita khawatir dengan banyaknya kejahatan sekarang ini. Teroris
bisa masuk kapan pun. Mereka itu canggih
dan bisa menggunakan bom bunuh diri. Jadi, tidak boleh hanya mengatakan bahwa Pamdal saja sudah cukup," papar Martin.
Pro
dan Kontra
Sementara
itu, Wakil Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa menilai keberadaan polisi
parlemen ini bisa saja dibentuk. Sebab,
berdasarkan Undang Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), hal ini menjadi
ranah DPR dalam mengelola rumah tangganya sendiri. "Polisi parlemen
itu bagian dari upaya merealisasikan UU
MD3. Jadi, hal ini berbicara tentang bagaimana DPR RI dikelola rumah tangganya
oleh pihak kita sendiri," jelasnya.
Saat
ditanya, apakah pembentukan polisi parlemen tersebut perlu berkoordinasi dengan
pihak kepolisian atau keamananan lain, Desmond menilai hal tersebut tidak
perlu. Politikus dari Gerindra itu
menyarankan polisi atau pihak keamanan lainnya cukup menjadi instruktur bagi
polisi parlemen. "Tidak
perlu koordinasi. Kalau kita ingin membuat polisi parlemen, ya, kita bisa meminta
instruktur pelatihnya dari polisi. Juga bisa Kopassus, elemen Angkatan Darat
lain atau pun siapa saja yang berkompeten," ujarnya.
Pada
dasarnya, wacana polisi parlemen muncul karena pengamanan oleh pihak Pamdal dan
Pam Obvit dinilai sudah tidak sesuai dan
memadai lagi. Tentunya dengan menyimak beragam ancaman dan gangguan keamanan di
Indonesia akhir-akhir ini. Pada gilirannya, polisi parlemen akan mengamankan
pejabat negara kategori VIP/VVIP.
Tak
pelak, keberadaan polisi parlemen memicu hadirnya sejumlah kontroversi atau pro
dan kontra, baik itu di kalangan politisi, kalangan pengamat maupun pejabat
negara. Jadi, ada yang setuju dengan keberadaan polisi parlemen, namun banyak
pula yang tidak setuju. Sejumlah politisi dan pengamat menyatakan adanya polisi parlemen bisa
menjauhkan DPR RI dengan elemen masyarakat/publik
atau rakyat. Sedangkan Wapres Yusuf Kalla, misalnya, menganggap bahwa saat ini polisi parlemen itu tidak diperlukan
dan kesannya terlalu berlebihan.
Kaji Usulan
Saat
ini Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sedang membahas rencana pembentukan polisi parlemen untuk mencegah berbagai ancaman dan gangguan keamanan tentunya. Alhasil, Polri
pun akan mengkaji mengenai konsep polisi parlemen yang digulirkan sejumlah
anggota DPR RI itu. "Itu merupakan
permohonan mereka. Kita akan rapatkan dulu karena perlu pengkajian," kata Kadiv
Humas Polri, Irjen Pol. Anton Charliyan.
Ditambahkan
Anton, polisi parlemen ini direncanakan dipimpin oleh Direktur Polisi Parlemen yang
akan dijabat anggota Polri berpangkat Brigjen. Polisi parlemen akan menjadi
kewenangan Badan Pemelihara Keamanan Polri atau Baharkam. "Namun, berapa
sesungguhnya personel yang dibutuhkan oleh parlemen? Nanti, berbagai pihak akan
dimintai pendapatnya. Ya, nanti akan diputuskan bahwa hal itu layak atau
tidak," ujarnya.
Dalam
draf dokumen pembahasan Baleg DPR RI, disebutkan polisi parlemen menjadi
jawaban atas pengamanan di parlemen. Sedangkan Polri menjadi tulang punggung (backbone)
dalam pengamanan kompleks MPR/DPR/DPD RI, bukan hanya menjadi pendukung (backup) pengamanannya.
Sedangkan
dalam dokumen itu juga disebutkan bahwa konsep polisi parlemen akan berfokus pada sistem pengamanan yang lebih spesifik/khusus. Tentu saja berdasarkan
dan sejalan dengan tugas pokok, fungsi dan peran Polri itu sendiri.