13 Tahun Garap Perkebunan, PT SIL Diduga tak Kantongi Izin Penggunaan Lahan

BENGKULU UTARA,-- Salah satu perusahaan perkebunan sawit yang ada di Kabupaten Bengkulu Utara  (BU) yang  terbilang besar kembali menjadi sorotan publik. Di mana PT Sandabi Indah Lestari (SIL)  menjadi salah satu investor di bidang perkebunan sawit yang telah beroperasi selama 13 tahun di sektor perkebunan sawit maupun pengelolaan minyak sawit mentah.

PT SIL sendiri terletak di tiga wilayah kecamatan, di antaranya Kecamatan Ketahun,  Giri Mulya dan  Padang Jaya. Namun, seiring waktu dalam perjalanannya mengelola perkebunan dan pengelolaan minyak mentah, kiprahnya dipertanyakan kembali. Pasalnya, pengelolaan yang dilakukan pihak perusahaan sawit ini, sejak berdiri dari tahun 2003 sampai sekarang, yang menduduki Hutan Produksi Terbatas (HPT) kini beralih ke Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Tapi, diduga belum mengantongi izin penggunaan hutan dari Kementerian Kehutanan.
Meskipun begitu, usaha  dan bisnis yang dilakukan pihak perusahaan masih tetap langgeng. Dan yang paling mencolok, aktivitas yang di lakukan PT SIL adalah mengelola tanaman sawit yang  ditanam di kawasan HPK register 71 dan kurang lebih 650 ha sudah ditanami  sawit. Juga telah menghasilkan tandan buah sawit (TBS)  yang dianggap tidak bermasalah.
Sementara itu, tidak hanya register 71 yang sampai saat ini belum ada kejelasan, setidaknya berkisar 150 ha tanaman sawit yang selama ini dikelola  PT SIL juga masuk ke wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), masih tampak tertanam kokoh. Jadi, belum ada sama sekali pemusnahan yang dilakukan pihak perusahaan, sementara regulasi yang mengatur larangan atau pun aturan jarak tanam sawit sudah sangat jelas. Dan parahnya, praktik jual beli lahan negara pun terjadi di dalam perkebunan ini dengan para perambah hutan.
Informasi yang dihimpun PATROLI di lapangan dari narasumber yang namanya enggan  ditulis, baru-baru ini, menjelaskan, tanaman sawit di register 71 itu sudah lama dipanen. Dari dulu, persoalan lahan itu tidak kunjung selesai, namun apa persoalannya, ia tidak mengetahui secara detail. Jika dilihat dari bentuk batang dan dahan sawit maka kurang lebih sudah berumur tujuh tahun. Ditanya berapa ton hasil panen yang ada di wilayah register 71, ia  pun tidak tahu secara terperinci. "Bagusnya mas masuk saat mereka panen, berapa hasil panen mereka bisa diketahui nantinya," sarannya.
Sudah Berjalan Lama
Walaupun dirinya perambah di pinggir kawasan PT SIL, praktik jual beli lahan pun terjadi dan  pembelinya salah satu oknum atau orang kepercayaan perusahaan yang membeli lahan ini dengan harga  Rp 3 juta per  hektarnya. "Teman-teman di sini sudah membuka lahan  dan sering dijual karena rata-rata  yang sudah buka lahan di pinggiran perusahaan banyak yang tidak betah untuk menetap. Dan lahan inilah yang dibeli salah satu oknum  kepercayaan perusahaan," pungkasnya.
Saat disinggung kenapa menggarap lahan kawasan yang dilarang negara, ia tidak menampik hal ini dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan aktivitas  bersama rekan-rekannya di dalam kawasan, yakni bercocok tanam karet. "Kami tahu salah mas, tapi kami di sini tidak cari kekayaan. Jadi, hanya sekedar cari kebutuhan untuk keluarga, mau bagaimana lagi,  di desa kami tidak punya lahan garapan," ungkapnya.
Ketika di singgung kembali, ada berapa ha lahan yang sudah dibuka para penggarap dan dijual  salah satu okmum  kepercayaan PT SIL, ia mengatakan ada kurang lebih 150 ha yang sudah dibeli oknum tersebut. Saat ditanya sudah berapa lama praktik jual beli lahan ini berjalan, ia kurang mengetahui betul. Karena dirinya belum lama membuka lahan di pinggiran kawasan PT SIL, tapi informasi dari rekan-rekan yang sudah lama menetap di sini, praktik ini sudah lama juga berjalan.
"Yang saya tahu, sudah lama praktik jual beli ini, apalagi saat mengobrol sama teman-teman. Silahkan mas tanya juga sama teman-teman yang lain, informasinya seperti apa,"  pungkasnya.

Sampai berita ini diturunkan, PT SIL yang diwakili Yudi selaku General Manejer (GM) beberapa kali dihubungi  PATROLI menggunakan telepon, namun tidak dapat dihubungi alias  tidak diangkat. Juga sudah dilayangkan pesan singkat (SMS) beberapa kali untuk meminta klarifikasi terkait informasi yang didapat, tapi tetap  tidak menerima jawaban dari pihak perusahaan. (rzl)
Powered by Blogger.