Masih Berhadapan dengan Masalah Besar, Mahasiswa Tuntut Presiden Jokowi Mundur

Awal 2007, Indonesia tetap masih berhadapan dengan sejumlah masalah besar. Sejumlah peristiwa besar terjadi dalam berbagai bidang, baik sosial, politik, ekonomi, maupun hukum. Bahkan, sejumlah peristiwa menjadi sorotan publik, di antaranya terkait dengan gesekan horizontal yang terjadi di antara warga dengan berbagai penyebab, maraknya pemberitaan WNA illegal yang diamankan Imigrasi, kenaikkan sejumlah tarif yang diprotes warga dan mahasiswa, hingga muncul juga tuntutan agar Presiden Joko Widodo mundur dari jabatannya. 

Sejumlah kantor Imigrasi di Indonesia bertindak tegas dengan mengamankan sejumlah Warga Negara Asing (WNA) yang masuk ke Indonesia tanpa visa, bahkan banyak di antara mereka yang menjadi tenaga kerja kasar di Indonesia. Mereka diduga menyelundupkan diri untuk mencari penghidupan di Tanah Air Indonesia dengan illegal.

Mahasiswa pun mulai bereaksi dengan aksi bela rakyat 121. Mereka memprotes kebijakan Pemerintahan Jokowi-JK yang dianggap memberatkan rakyat melalui kenaikan harga BBM, Tarif Listrik, beberapa point yang terkait dengan pajak kendaraan bermotor, dan tarif lainnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong makin merangkaknya harga kebutuhan pokok rakyat.

Koordinator aksi bela rakyat 121, Ikhsan Munawar mengatakan, pihaknya mendesak bertemu Presiden RI, Joko Widodo untuk menyampaikan tuntutan mereka. Ia menyatakan, pihaknya sudah menyampaikan surat resmi kepada Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, terkait niatan untuk bertemu Jokowi. "Kami sudah menyampaikan surat melalui Pak Pratikno. Kami ingin dipertemukan dengan Presiden Jokowi," ujar Ikhsan di sekitaran Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (12/1).

Dalam aksi itu, para mahasiswa yang tergabung dalam BEM seluruh Indonesia menuntut agar dicabutnya Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2016 tentang kenaikan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Republik Indonesia. Lalu, menolak kenaikan tarif listrik golongan 900 VA dan mendesak dikembalikannya subsidi untuk tarif listrik golongan 900 VA. Kemudian, kembalikan mekanisme penetapan harga BBM kepada pemerintah dan menjamin terpenuhinya kebutuhan BBM bersubsidi di seluruh SPBU.

Ikhsan menambahkan, apabila tuntutan mereka tidak terpenuhi, maka akan ada aksi lanjutan yang lebih besar. "Apabila itikad baik kami tidak digubris dengan baik, maka seharusnya mereka sadar, karena hari ini kami turun di seluruh Indonesia untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Maka lihat saja di aksi selanjutnya akan lebih ganas dan dahsyat daripada hari ini," ujarnya.

Dalam aksi tersebut, massa BEM sempat menuntut Presiden Joko Widodo mundur dari jabatannya jika tidak memenuhi tuntutan aksi. “Jika tidak Jokowi harus mundur (sebagai Presiden),” kata seorang orator di tengah massa Aksi Bela Rakyat, Jakarta, Kamis (12/1) seperti diwartakan CNN Indonesia.

Dalam menggelar aksi, seruan lantang menantang polisi keluar dari pengeras suara yang digunakan massa aksi Badan Eksekutif Mahasiswa dalam Aksi Bela Rakyat itu. Suara itu diucapkan dari salah seorang orator yang berdiri di atas mobil komando. “Pak, kami tidak takut. Pak, kami tidak takut. Hidup mahasiswa,” ujarnya.

Bahaya Asing

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono menyayangkan pernyataan Presiden Joko Widodo yang memperbolehkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dipimpin asing. Menurutnya, kebijakan itu menandakan kurangnya kepercayaan diri dalam memimpin negara dan bangsa.

Arief yang juga Ketua Presidium Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu menyebut, bukan jaminan jika BUMN dikelola orang asing akan maju. Banyak perusahaan asing yang collapse di 2008, seperti Citibank, Lehman Brother, serta AIG yang sahamnya jatuh dan rugi besar bahkan sampai di bailout. "Tiru dong Negeri Tirai Bambu dalam mengelola BUMN, di mana mereka berhasil melakukan transformasi BUMN-nya tanpa menggunakan orang asing atau bule dan hari ini ekonomi Tiongkok menjadi maju karena mesin ekonomi itu BUMN-nya," ujar Arief, Jumat (6/1) lalu.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan, pimpinan BUMN harus memiliki semangat kompetisi yang kuat dan sehat, sehingga, BUMN dapat terus maju dan berkembang secara optimal. Bahkan, Presiden ingin agar perusahaan pelat merah bisa dipimpin WNA. WNA diyakini akan membuat kinerja perusahaan negara menjadi lebih optimal. "Saya bahkan ingin ada tiga atau empat bule profesional yang memimpin perusahaan BUMN agar orang-orang kita belajar serta termotivasi dan berkompetisi dengan adanya orang-orang asing itu," katanya dikutip dari Antara, Selasa (3/1).

Presiden menyatakan, Indonesia perlu belajar dari kemajuan perusahaan-perusahaan milik negara di Uni Emirat Arab (UEA), yang menerapkan langkah serupa. Perusahaan BUMN di negara itu pada awalnya dipimpin banyak orang Eropa. Fenomena ini tak lepas dari fakta yang menunjukkan bahwa orang Eropa sudah lama memahami dan menguasai dunia bisnis secara modern.

Namun, sejak 1975, secara bertahap CEO perusahaan-perusahaan itu dipegang orang-orang UEA yang belajar di luar negeri. Hingga akhirnya perusahaan-perusahaan milik negara mengalami kemajuan pesat. "Saya mendapatkan penjelasan ini secara langsung dari Syeikh Muhammad di Uni Emirat Arab beberapa waktu lalu," kata Presiden Jokowi. (Redaksi/Berbagai Sumber)
Powered by Blogger.